Jum'at siang yang mendebarkan, setelah sholat dzuhur mendadak badan ini sulit digerakkan dan juga keluar bercak merah yang membuat dada semakin tak karuan. Saya pun meminta tolong ke tetangga untuk memesankan taksi di pinggir jalan dan ada ibu saya yang sudah menyiapkan tas untuk menuju rumah sakit.
Diantar Pak Supir taksi, saya dan ibu sampai di parkiran rumah sakit, perawat sudah menyambut dan membawa saya ke ruang bersalin, serta melakukan pengecekan dalam dan memperkirakan berapa lama bayi mungil ini akan lahir.
"Pembukaan dua"
Saya pun kembali bertanya, "kira-kira lahirnya kapan ya, sus?"
Dengan wajah datar suster jaga tersebut menjawab bahwa bisa malam ini atau besok atau besoknya lagi. Tergantung cepatnya pembukaan.
Saya pun meraih ponsel dan menghubungi suami yang sedang bekerja, sebaiknya kembali pulang saja atau tetap menginap di kamar bersalin. Pertanyaan yang sama juga saya sampaikan kepada suster jaga, sebaiknya saya pulang atau tetap disini apabila sudah keluar bercak darah merah seperti ini.
Ternyata suami dan juga keluarga meminta tetap di rumah sakit. Alasan suami tentu untuk menyambut anak pertama dan juga belum pengalaman jika terjadi sesuatu atau kontraksi mendadak di rumah.
Walaupun sebenarnya saya ingin tetap pulang dan minta izin ke kampus untuk mengikuti UAS semester akhir. Tidak terbayang jadwal susulan yang mepet dengan jadwal sidang dan skripsi masih belum dirampungkan. pikiran saya bercabang antara menyambut buah hati, juga dengan segala hiruk pikuk balada mahasiswi tingkat akhir.
Ya, saya menikah ketika semester 5 perkuliahan. Sebenarnya bukan saya saja yang menjadi ibu ditengah-tengah deadline skripsi ada banyak dan kakak kelas semua berhasil lulus dengan baik, walau ada juga yang memilih cuti pasca melahirkan. Saya belum tahu termasuk yang lanjut skripsi (jika lahiran berjalan dengan normal) atau harus cuti kuliah (jika lahiran harus melalui secsio cesar).
Tertekan, tidak bahagia dan tidak tahu harus berbuat apa, itu yang saya alami detik-detik sebelum melahirkan. Semangat dari orang-orang terdekat seakan hitam tak terlihat.
Menginap di ruangan dingin yang menegangkan, setiap jam ada saja ibu yang melahirkan dari bilik kamar sebelah. Baik suara rintihan sakit, suara tangis bahkan suara teriakan yang bikin bulu kuduk berdiri. Membuat hati ini ikut bergemuruh ketakutan.
Pembukaan yang tidak ada kenaikan, membuat semakin putus asa. Berjam-jam berdiskusi membuat pilihan terakhir untuk operasi cesar. Akhirnya suami pun menandatangani surat operasi tersebut. Saya pun diminta puasa. Ruang operasi pun sudah dipersiapkan.
"Ya Allah, semoga ada keajaiban, hamba ingin melahirkan normal, memberi ASI sambil menatapnya dan memeluknya"
Dokter sudah tiba jam 10 malam, raga telah lemas dengan kondisi mulas berhari-hari. Wajah sumringah bu dokter seakan menjadi embun yang menyejukkan.
"Ayo, kita berusaha normal ya, saling berdoa dan yakin bisa ya."
Saya hanya mengangguk tanda setuju dan pasrah, ingin segera melahirkan bayi mungil yang dinanti ini, apapun prosesnya.
"Mengejan yang kuat ya, biar bayinya terdorong ke luar, ayo masih muda ya mba, tenaga harus kuat." bu dokter mengarahkan.
Satu ejanan kepala bayi keluar, dan ternyata tangan dokter meraih kepala bayi hanya sebentar dan masuk kembali.
"Ayo mba, sekali lagi ejan yang kuat ya, siap ya."
Saya pun mengejan sekali lagi, dengan sigap Bu dokter langsung menyalakan mesin vacuum sehingga bayi langsung tertarik ke luar, dan segera dokter memberikan ke dada saya untuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
"Alhamdulillah Ya Allah dua keajaiban telah engkau berikan, bisa melahirkan secara normal dan memberikan ASI sambil memeluk bayi mungil ini."
my babyboy |
Tubuh menggigil, badan tiba-tiba sangat lemas, mungkin efek puasa untuk operasi cesar yang tidak jadi, sehingga tidak ada tenaga. Dokter sibuk menjahit luar dan dalam, jarum jahit dengan benang yang begitu panjang. Suster menyuntikkan cairan hangat, dan tiba-tiba kantuk datang. Tak terasa lagi para suster yang menggantikan baju dan membawa saya ke kamar pasien.
Hari ke 3 Pasca Melahirkan ASI tak kunjung keluar
Perasaan ibu mana yang tak kacau, setiap kali menemui bayinya di ruangan bayi dan menggendongnya sambil memberikan ASI, melihat bayinya yang terus mengisap ASI namun tidak keluar. Sedih sekali rasanya, sudah hari ke tiga. Dokter anak memeriksakan kondisi kesehatan bayi saya mengatakan semua sehat. Dokter kandungan yang menolong proses melahirkan saya pun berkata, bahwa normalnya saya ini harus sudah bisa pulang. Namun, semua menunggu hasil buang air kecil (BAK), buang air besar (BAB), dan kentut. Diantara ke tiga itu saya tidak mau BAB karena takut dengan jahitan, begitu trauma.
Teman dahulu satu kantor banyak yang menjenguk dan memberikan semangat, teman organisasi pun menyemangati, teman kuliah juga datang untuk menjenguk dan memberitahukan gambaran soal ujian yang sangat sulit-sulit sekali. Saya malah semakin tidak ingin menghadapi hari esok.
Masuk Inkubator
Bayi mungil yang dikabarkan sehat, tiba-tiba menguning dan masuk inkubator. Perasaan saya sebagai ibu semakin dihantui rasa bersalah. Walau penjelasan dokter anak karena ada perbedaan billirubin, tapi saya tetap menyalahkan diri pada pemberian ASI yang tak kunjung juga keluar.
Saya mondar-mandir dari kamar pasien di mana saya di rawat, menuju tempat bayi saya di inkubator. Menatapnya lekat-lekat dalam kaca pembatas. Tak terasa butiran hangat telah mengalir disudut-sudut mata. Putus asa, akhirnya saya minta form ke bagian rumah sakit untuk mengizinkan memberikan sufor kepada anak saya. Walaupun suami tetap meyakinkan bahwa saya bisa jadi ibu ASI asal bertindak tenang dan terus berusaha.
Ketika dokter kandungan datang pada jam visit pasien, saya mengutarakan keinginan untuk memberikan anak saya sufor, karena pastinya ia kehausan selama di inkubator. Dokter justru sama dengan suami, tetap meyakinkan saya untuk jadi ibu ASI.
"Mba ini inget gak rajin kontrol ketika hamil, selalu punya semangat lahiran normal agar bisa wisuda dan membahagiakan orangtua. Saat ini saya sudah kasih pil pelancar ASI, sayur dan buah pun sudah mba makan dengan banyak, minum air putih juga, di kompres dan dibersihkan juga sudah. Lihat ini sudah bengkak, sudah ada ASI nya, tinggal tenang dan jadilah ibu bahagia jangan stress, jadi ASI nya keluar dengan lancar." ucap bu dokter
"Ibu bahagia?" apakah ia saya tidak bahagia?
Jam 2 pagi, telpon dikamar berdering terus. Suster yang menjaga bayi saya berkali-kali menelpon ke kamar saya. Saya pun mengangkat telepon dan mendengarkan suara suster yang mengatakan bayi saya menangis tak mau berhenti.
Saya pun berjalan sendiri, berlari menuruni lorong rumah sakit, menuju ruangan bayi saya berada. Saya segera mencuci tangan saya, memasage payudara saya, dan segera memberikan ASI. Namun tetap sama ASI tak keluar.
ASI Pertama |
Saya menangis bersamaan dengan suara tangis bayi saya, benar-benar menyerah. Suster jaga pun akhirnya menggendong bayi saya. Kemudian memberikan saya teh hangat agar saya tidak ikutan tegang, sehingga akan membuat ASI semakin tidak keluar. Setelah meminum teh hangat manis, saya mulai mengikuti instruksi suster jaga, untuk kembali mengompres payudara saya, sambil membaca basmallah dan memijitnya dengan perlahan. Kemudian memompanya dengan pompa ASI, agar ASI keluar. Satu pompaan, dua, lima, sepuluh, ASI belum juga keluar. Namun, suster terus mengarahkan dengan sabar dan terus mengulanginya. Berbarengan dengan adzan subuh, ASI pertama keluar, si kolostrum kuning ini baru saja menetes. Langsung kuraih bayi mungil dan memberikannya ASI pertamanya. Tangisnya pun berhenti seiring ASI yang masuk dikerongkongannya yang kering.
"Alhamdulillah, kembali keajaiban ini terjadi, terima kasih Ya Allah"
ASI Perjuangan
Setelah dinyatakan keduanya sehat, saya dan bayi diperbolehkan pulang. Kebahagiaan keluarga kecil bertambah dengan datangnya anggota keluarga baru. Saya pun dihari pertama di rumah, sudah terbiasa memandikan, menjemur bayi dan memakaikan bajunya sendiri. Karena saya harus berjuang ditanah rantau ikut dengan suami, ibu saya pun akan kembali pulang ke kampung halaman. Saya harus sudah bisa mandiri mengurus bayi dan menyiapkan segala kebutuhannya.
Ada PR yang harus saya selesaikan juga, ya mengikuti UAS susulan dan mengejar jadwal bimbingan skripsi. Dengan dukungan keluarga, saya pun harus mau maju untuk menyelesaikan PR saya.
Hal pertama, adalah membeli peralatan untuk menyetok ASI, dari alat pompa hingga botol ASI untuk distock. Tak ada waktu banyak, saya sudah mulai ke kampus, stock ASI setiap hari selalu dadakan, apalagi anak saya sangat kuat ASI nya. Saya hanya mampu membuat stock ASI 3-4 botol saja, dan itupun selalu habis.
Sehingga memberikan ASI ini terasa sekali perjuangannya, saya terpaksa mengikutsertakan anak saya ke Mall atau restoran dimana menjadi tempat bimbingan yang ditentukan dosen saya. Bayi merah itu menembus debu diatas motor suami saya yang mengantar dan menunggu saya bimbingan. Bayi merah itupun ikut kemanapun saya pergi jika stock ASI benar-benar tidak ada di rumah.
Tak jarang saya pun mengikutsertakan bayi mungil itu dalam pangkuan ASI saya, sambil mengetik skripsi. Terkantuk-kantuk, dan nyaris jatuh dari pangkuan saya.
"bluk, ternyata bayi mungil itu terjatuh juga ketika saya pun sudah tak kuat lagi begadang menyelesaikan skripsi."
Lengkap sudah ketika saya ternyata dinyatakan babyblues syndrom. Saya pun curhat apa saja yang saya alami, dan apa saja ketakutan itu kepada bu bidan yang sudah saya anggap ibu saya,bu bidanpun memberikan solusi dan harus bangkit kembali, agar ASI saya tetap produktif. Ya, saya berasa sekali saat nyetock ASI selalu berkurang dan bahkan dapatnya sedikit.
Akhirnya jadwal sidang sudah didepan mata, skripsi telah diserahkan. Besok adalah jadwal sidang panjang yang melelahkan. Namun stock ASI tak ada, ditambah dedek bayi rewel, demam, dan harus fisioteraphy hari terakhir karena gangguan pernafasan.
Mundur, ingin sekali memilih jadi ibu ASI yang memeluk anakya hingga sehat. Namun apadaya, saya harus berangkat sidang dan menunggu keajaiban agar bisa kabur untuk memberikan ASI.
Akhirnya, saya dapat jadwal sidang I jam 8 pagi, semua berjalan lancar. Saya langsung menuju ruang dosen, dan memohon kepada ketua jurusan dan ketua yayasan untuk mendapat izin pulang memberikan ASI. saya pun berjanji akan tepat waktu ketika harus jadwal sidang II. Akhirnya saya diperbolehkan pulang memberikan ASI.
Saya kembali ke kampus dan melanjutkan jadwal sidang ke II, walau agak berderai airmata ketika presentasi karena pikiran saya sudah tidak fokus dan ingin membawa anak saya ke rumah sakit, alhmadulillah dosen penguji memberikan referensinya untuk mengizinkan saya ke rumah sakit membawa si kecil. Saya pun datang kembali ke ruang dosen, dan memberikan surat izin kedua, kemudian saya kembali lagi diberikan izin.
Alhamdulillah, saya dan suami langsung membawa anak saya fisioteraphy dan pernapasannya semakin membaik. Saya pun memberikannya ASI hingga tertidur nyenyak dalam ayunan.
Kembali kabar bahagia datang, ketika sahabat saya mengirim pesan singkat ke ponsel saya bahwa pengumuman kelulusan baru saja selesai, dan saya lulus. Alhamdulillah bisa jadi sarjana ASI dengan tenang.
Menghadiri wisuda Mama |
Untuk para ibu-ibu yang berjuang memberikan ASI selalu semangat ya, Anda tidak sendiri banyak ibu memiliki cerita perjuangan ASI yang berbeda-beda. Tanggal 1-7 Agustus menjadi peringatan Pekan ASI Dunia yang diperingati setiap tahunnya di negara belahan dunia. Semoga semakin banyak ibu yang semangat memberi ASI dan kesehatan bayi semakin meningkat sesuai dengan program Pekan ASI Dunia.
Salam Hangat
stress memang bisa memicu ASI jadi gak keluar. Saya dulu juga waktu ke bidan pembukaan baru 2. berhubung bidan dan rumah tetanggaan, saya jadi pulang dulu hehe... begitu mulas sudah menjadi2, barulah saya ke tempat bidan lagi. ibaratnya mah ke bidan tinggal loncat aja :D
BalasHapusiya mba, dahulu saya selain kuliah bekerja juga mba, sibuk bekerja dan tugas2 kuliah, tidak belajar parenting dan persiapan menjadi ibu, jadilah stress melanda
HapusSelamat mba....sarjana ASI. ASI memang yg terbaik...
BalasHapusMakasi Mba Reni sudah mampir, iya mba alhamdulillah sudah dua kali memberi ASI ke anak,sekarang mau ke tiga :) semoga dilancarkan hingga proses persalinannnya.
HapusErnaaaaa...... sekarang lanjut anak ke 3 ya, berjuang lagi ngasiin adek2 Fay dan Fatih :D
BalasHapushahaha iya nda , sudah mau 3 aja ya , jadi ibu ASI lagi
HapusMbakk, aku terharu. Semoga terus bisa meng-asi-hi ya.
BalasHapusAmin
Amiin Mba, makasi banyak ya mba, iya nulisnya juga sambil berlinang air mata. benar2 anak pertama dan ASI perjuangan sekali. Anak kedua alhamdulillah lancar.
HapusMbaaa, jadi ikutan tegang bacanya, tapi Alhamdulillah berbuah manis pada akhirnya ya mba.,. *peluuuk *ini apa sih peluk2* wkwkwk
BalasHapusxixixix, iya shine makasi pelukannya. drama bgt ya firts time ASI in baby :)
HapusMemberikan ASI pada anak itu perjuangan banget ya, saya pikir 9 bulan mengandung setelahnya bakal lancar jaya. Subhanallah, semoga kita selalu menjadi ibu-ibu bahagia seperti kata dokter hehe
BalasHapusTfs mba :)
Amin mba Ning, huum jadi ibu bahagia penting sekali agar semua berjalan lancar terkendali :)
HapusBetul ASI itu perjuangan, ASI itu sukses dengan derai air mata seorang ibu. Salut ya kuliah sambil menyusui dan bimbingan skripsi.
BalasHapusIya mba Naqy, demi membahagiakan orangtua juga yang ingin lihat anaknya sarjana, jadi dikuat2in. pernah lagi UAS juga ASI banjir jadi baju basah gak nyaman bgt, untuk pakai jilbab gelap jadi bisa ditutupin.
HapusSelalu teringat proses melahirkan kalau baca proses melahirkan orang lain. Sukses ya mba ngASi-nya..
BalasHapusAmin makasi ya mba Lingga, sekarang lagi jadi bumil anak 3 semoga lancar ASi seperti anak kedua
HapusAlhamdulillah ASI-nya keluar juga setelah drama panjang yg melelahkan ya.
BalasHapusSalam kenal, mbak Erna. ^^
ALhamdulillah mba, terimakasih ya, salam kenal juga mba Frida
HapusMerinding baca ceritanya. Sebegitu ajaibnya ASI hingga membuat bayi yang rewel menangis setelah dilahirkan jadi tenang setelah ASI membasahi kerongkongannya. Salut buat para ibu pejuang ASI.
BalasHapusHuum mba Dewi, ini nulisnya sambil berderai air mata sebenarnya.
HapusPerjuangan ya mba bisa menyusui sambil mengurus skripsi mba ;)
BalasHapusIya mba, kalau bisa memilih rasanya ingin jadi Ibu ASi saja, namun waktu memberi cerita yang berbeda, jd pengalaman yg tak terlupakan
HapusHehee sama mbak, aku pasca persalinan takut BAB jg... adeuh kali diinget2 kebayang nyerinya :))
BalasHapuskebayang mbak repotnya saat masih kuliah sama masih menyusui, alamdulillah lancar ya mbak? Skrng hamil berikutnya moga lebih lancar proses persalinan dan menyusuinya nanti yaaa :D
Iya mba mau anak ke 3 aja, waktu berlalu cepat ya
HapusMba, mengharukan sekali.. T.T
BalasHapusSetiap ibu memang punya kisah unik sendiri dengan ASI dan lika-likunya ^^ dan kita hanya bisa menerimanya dengan berjuang sekuat tenaga. Semangat Mba..!
huum mba, masih banyak kisah mengharukan dari Ibu ASI lainnya, semoga para ibu selalu diberi semangat dan kekuatan memberikan ASI ya , makasi mba Arina.
HapusPerjuangan seorang ibu demi kebaikan anaknya memang luar biasa!
BalasHapusTerima kasih mas koko :)
Hapuswuhuu.,.. si adek hebat,. kecil2 sudah sarjana. Yey.. selamat ya Dek punya mama hebat yang sukses melewati dua ujian sekaligus.. Dan akhirnya lulus..
BalasHapusNanti kalau adek sudah besar baca postingan artikel ini pasti tambah bangga sama Mama Erna. Apalagi kalau lihat foto adek yang diwisuda. Yey....
Terima kasih Mba Ira, Sekarang dedek sudah jadi Abang. Semoga Abang Fatih baca perjuangan Mamanya memberikan ASI untuknya, amin.
HapusYa Allah ikut mbrebes mili mbak baca perjuangannya :'(
BalasHapusterima kasih mba Very, semoga banyak ibu2 yang tetap berjuang memberikan ASI untuk anak2nya
Hapus