Minggu, dua puluh januari 2013. Pagi ini cuaca cukup cerah, sebelumnya dari senin hingga jumat Bekasi hujan tak henti-henti. Banjir dimana-mana. Info dari teman lewat FB, Whatsapp, Tweeter, Line, SMS, serta berita mulai dari surat kabar, TV, radio semua kompak dengan kabar banjir dimana-mana.
Sebenarnya musim di Indonesia yaitu musim kemarau dan musim hujan. Jika musim kemarau, banyak yang mengeluh panas, debu yang meningkat, air kering, dll. Namun apabila bertemu musim hujan, masalah utamanya adalah banjir. Entah siapa yang harus disalahkan, apakah pemerintah belum ada proses revolusi pencegah banjir, apakah masyarakat yang kurang peduli akan kebersihan daerah sekitar atau lebih baik cari solusi lain.
Musim hujan datang, banjirpun datang keperumahan-perumahan mewah sampai gang kecil dan masuk pula kepenjuru wilayah. Korban bertebaran, kerugian milyaran, penyakit menyerang, hingga datanglah bantuan, datang pengobatan gratis hingga tenda-tenda pengungsian.
Banjir? Tak bisa dihindari setiap musim penghujan datang, disinilah kita harus peduli, berbagi menjadi amal yang tiada henti. Berawal aku membuka group FLP Bekasi yang bekerja sama dengan SAM akan mengadakan baksos peduli korban banjir. Langsung ku SMS Ady (Bendahara FLP Bekasi) bahwa aku ingin ikut juga, maaf baru baca di hari H-nya. Maklum tempat tinggal kami pun sedikit kena banjir, namun tak separah korban banjir di ibu kota. Kami masih bisa beristirahat dengan nyaman, listrik ada, air ada, hanya gangguan signal internetan jadi agak sulit online untuk baca info, lebih sering dengar kabar banjir lewat radio atau lihat televisi sebentar.
Mendadak, ya itu kata yang tepat. Setelah kupikir mencari apa saja yang dapat disumbangkan secepatnya, lalu aku buka lemari ku mencari pakaian, kerudung, handuk yang masih baru (punya stock lebih), beberapa pakaian anakku (yang masih baby), bedak bayi, makanan bayi serta biskuit. Kumasukkan semua dalam satu tas. Berangkatlah ke tempat tujuan, yang keperkirakan cuma 30 menit saja sampai.
Mengendarai motor, suamiku melaju dengan lembut maklum aku bawa anakku yang masih delapan bulan. Sambil meluncur aku SMS Ady memberitahukan bahwa kami sudah menuju tempat yang dituliskan di FB. Ady membalas bahwa sekarang melaju ke Babelan. Aku yang buta peta Bekasi memberitahukan suamiku mengubah arah tujuan ke Babelan. Suamiku yang asli Bekasi tahu Babelan. Sudah sampai Babelan, ternyata masih satu jam lagi menempuh desa hurip jaya, Babelan. Mengikuti petunjuk Ady membuat kami tak berasa melewati setiap jalan yang semua merupakan daerah terkena banjir. Motor yang kami kendarai harus melewati genangan air dijalan kira-kira setinggi dua puluh centimeter, untung anakku tidak rewel. Anakku menikmati perjalanan dengan tidur dipelukanku. Akhirnya tiba, temu kangen terjadi. Aku yang sehabis melahirkan tak bersua dengan keluargaku di FLP Bekasi karena sibuk mengurus anak serta skripsi sampai selesai wisuda. Barulah diberi kesempatan silaturahmi walau dengan suasana yang berbeda. Kuserahkan bantuan kecil dari kami, tak lama kamipun pamit, karena tidak membawa makanan untuk anak kami yang sebentar lagi pasti minta makan. ^_^
Fatih, setelah menyerahkan barang-barang yang disumbangkan untuk korban banjir, langsung ingin minum. Haus karena jauh menempuh dua jam perjalanan.
Berpamitan dengan teman-teman dengan perasaan rindu yang masih ada, rasa haru melihat korban banjir yang sedang melakukan pengobatan. Kami undur diri dengan rasa syukur dapat berbagi dengan para korban banjir. Ikut merasakan apa yang dialami para korban banjir. Semoga mereka ikhlas bahwa tak selamanya hidup ini menderita, menikmati hidup penuh rasa syukur lebih utama.
Ady dan haden yang super sibuk membantu para korban banjir.
Kapal terdampar.