Aku terlahir sebagai wanita. Sejak kecil aku menikmati setiap waktu pertumbuhanku dengan penuh sederhana, tidak mengenal sesuatu dengan ambisi. Tahapan pendidikan ku lalui hingga mengantarkanku menjadi sarjana. Setelah itu muncul anggapan dimasyarakat, bahwa wanita yang berkarier dengan pekerjaan kantor yang memiliki financial besar adalah wanita sukses.
Lalu ada apa denganku? ketika karier yang sudah ku bentuk dari lepas SMA hingga berangsur-angsur baik, dan aku menikmati suasana kerja seperti staf kantoran yang hanya duduk menghadap layar komputer, tidak perlu berkeringat peluh harus mengakhiri karier memilih menyelesaikan kuliah yang sedang skripsi dan sedang mengandung sembilan bulan, persiapan menjadi ibu. Suamiku yang sejak awal memintaku focus kepada keluarga dan memberi ASI ekslusif untuk anakku. Akhirnya semua itu terwujud, aku pure menjadi ibu rumah tangga yang membesarkan anakku dirumah. Cibiran itu tak pernah kudengarkan, "capek-capek kuliah, kok jadi ibu rumah tangga juga, bersih-bersih rumah, ngurus anak, rawat suami, ngapain sekolah tinggi-tinggi".
Lalu ada apa denganku? ketika karier yang sudah ku bentuk dari lepas SMA hingga berangsur-angsur baik, dan aku menikmati suasana kerja seperti staf kantoran yang hanya duduk menghadap layar komputer, tidak perlu berkeringat peluh harus mengakhiri karier memilih menyelesaikan kuliah yang sedang skripsi dan sedang mengandung sembilan bulan, persiapan menjadi ibu. Suamiku yang sejak awal memintaku focus kepada keluarga dan memberi ASI ekslusif untuk anakku. Akhirnya semua itu terwujud, aku pure menjadi ibu rumah tangga yang membesarkan anakku dirumah. Cibiran itu tak pernah kudengarkan, "capek-capek kuliah, kok jadi ibu rumah tangga juga, bersih-bersih rumah, ngurus anak, rawat suami, ngapain sekolah tinggi-tinggi".
Dan aku hanya menghela nafas saja. Kenapa harus kupedulikan, memang mereka yang menyekolahkan aku hingga sarjana, wong biaya aku sendiri kok kuliahku, yang jungkir balik sambil kerja, memang salahku jodoh dekat dimata, Allah yang sudah takdirkan di usia muda kok, lalu diberi amanah jadi ibu itu juga Allah yang kasih, harusnya bersyukur, daripada belum nikah-nikah diusia senja. Aku terdiam sejenak, memberi energi positif dalam diri, agar ada hal positif yang aku berikan. Memang pekerjaan sebagai ibu-ibu yang kadang suka menulis selalu dianggap sebelah mata, karena menganggap kerja yaitu berangkat dari rumah pagi dan kembali pulang ke rumah di sore hari. Rutinitas yang sangat biasa, namun aku membuat rumahku adalah kantorku. Entah seberapa gaji atau jabatanku yang masih saja dianggap ibu rumah tangga, yang terpenting adalah bagaimana aku bisa 24 jam bersama anakku. Melihat perkembangannya, bersama dengannya belajar dan bermain. Entah seberapa karya yang aku buat, itu hanya sambilan. yang terpenting adalah aku tidak kehilangan kebersamaan dengan sikecil.
Jadi untuk para Ibu, mendampingi perkembangan anak serta memberikan ASI ekslusif untuk anak adalah investasi dimasa depan.
Jadi untuk para Ibu, mendampingi perkembangan anak serta memberikan ASI ekslusif untuk anak adalah investasi dimasa depan.